Mbaru Niang, Rumah Ijuk Kerucut di Wae Rebo, Suguhkan Pemandangan Bak di Negeri Dongeng
Wae Rebo adalah destinasi wisata yang masih cukup baru di Indonesia. Keberadaannya sebagai tujuan wisata baru di ketahui beberapa tahun terakhir. Yori Antar, seorang arsitek asal Jakarta merupakan wisatawan dalam negeri yang pertama kali berkunjung ke Wae Rebo pada tahun 2008. Beliau tertarik untuk mendatangi tempat ini karena melihat desa Wae Rebo dalam sebuah kartu pos.
Terletak di Kecataman Satar Mese Barat, Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Desa adat Wae Rebo berada di balik gunung dengan ketinggian 1200 mdpl. Terdapat 7 rumah adat yang berukuran besar berbentuk kerucut yang diselimuti ijuk. Rumah-rumah adat tersebut membentuk setengah lingkaran, warga setempat menyebut rumah adat ini Mbaru Niang.
Desa Adat Wae Rebo
Pada tahun 2012 tepatnya tanggal 27 Agustus, Desa adat Wae Rebo mendapat penghargaan Award of Excellence dari UNESCO Asia-Pacific Heritage Awards for Cultural Heritage Conservation. Hal tersebut diumumkan di Bangkok, Thailand.
Untuk menuju Desa Adat Wae Rebo dari Jakarta, pengunjung akan transit di Denpasar, dilanjutkan dengan penerbangan ke Labuan Bajo. Dari Labuan Bajo lanjut menuju desa Denge. Sekitar 2-3 jam perjalanan menggunakan kendaraan. Sebaiknya mengambil uang tunai dulu sebelum meninggalkan Labuan Bajo, karena tidak akan ditemukan mesin ATM lagi dalam perjalanan menuju Wae Rebo.
Desa Denge adalah desa terdekat dengan Wae Rebo. Dari desa Denge, perjalanan hanya bisa dilanjutkan dengan berjalan kaki. Kalau mau beristirahat dulu di desa Denge, ada homestay Wejang Asih milik Pak Blasius Monta, orang Wae Rebo asli.
Trek menuju Wae Rebo
Jarak dari desa Denge ke desa Wae Rebo sekitar 9 km. Persiapan fisik sangat dibutuhkan, karena perjalanan menuju desa Wae Rebo melalui trek yang menanjak, jalan berbatu, sungai bahkan jembatan bambu. Mengingat medan yang ditempuh tidaklah mudah, alas kaki yang kuat sangatlah disarankan. Perjalanan menuju desa wisata ini memakan waktu sekitar 3-4 jam, dan akan melewati 3 pos.
Wae Rebo adalah kampung adat Manggarai Tua yang berusaha untuk melestarikan kearifan lokal sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia. Salah satu yang dilakukan adalah ritual Pa’u Wae Lu’u. Ritual ini dipimpin oleh salah satu tetua adat Wae Rebo yang bertujuan meminta ijin dan perlindungan kepada roh leluhur terhadap tamu yang berkunjung dan tinggal di Wae Rebo hingga tamu tersebut meninggalkan kampung ini. Tidak hanya itu, ritual ini juga ditujukan kepada pengunjung ketika sudah sampai di tempat asal mereka. Bagi masyarakat Wae Rebo, wisatawan yang datang dianggap sebagai saudara yang sedang pulang kampung. Sebelum selesai ritual ini, para tamu tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan apapun termasuk mengambil foto.
Upacara penyambutan wisatawan
Tetua adat Wae Rebo kemudian akan melakukan briefing kecil tentang beberapa hal yang tabu dilakukan selama para tamu berada di Wae Rebo. Beberapa hal tersebut antara lain adalah memakai pakaian sopan, artinya untuk para wanita tidak diperkenankan memakai tank top atau hot pants, selain karena udara dingin, hal ini akan membuat warga masyarakat menjadi risih. Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah tidak menunjukkan kemesraan, baik itu dengan lawan jenis maupun sejenis, seperti berpegangan tangan, berpelukan atau berciuman, bahkan untuk yang sudah berstatus suami istri. Hal lain yang perlu dihindari adalah mengumpat atau memaki selama berada di kampung ini. Pengunjung juga diharuskan melepaskan alas kaki ketika masuk ke dalam rumah.
Suasana di dalam Mbaru Niang
Biaya untuk menginap di Mbaru Niang ini Rp. 325.000/malam. Pengunjung akan tidur bersama warga lokal di dalam Mbaru Niang. Setiap rumah di huni 6-8 keluarga. Mbaru Niang memiliki 5 tingkat dan terbuat dari kayu dan bambu dan dibangun tanpa paku. Tali rotan digunakan untuk mengikat konstruksi bangunan. Tingkat pertama digunakan untuk tempat tinggal keluarga, tingkat kedua untuk menyimpan makanan dan barang-barang, yang ketiga untuk menyimpan benih, lalu keempat disediakan untuk stok pangan apabila terjadi kekeringan, serta tingkat kelima tempat untuk persembahan kepada leluhur.
Perjalanan menuju Desa adat Wae Rebo memang cukup panjang, tapi perjalanan ke tempat ini akan menjadi pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan bagi setiap pengunjung.